Banyak cerita yang terjadi
beberapa waktu terakhir, mungkin akan aku pisah menjadi beberapa post, karena
memang ini hanya fragment yang ”hanya aku”. Gak ada makhluk hidup yang harus disakiti dalam hal ini.
Kita mulai saja.
Kita mulai saja.
Lewat tengah malam, AC yang yang
bertiup di gerbong semakin tereasa dingin, disamping karena stamina yang sudah
diperas habis beberapa hari terakhir, waktu perjalan kembali tereasa jauuh
lebih capek, tapi mata ini tetep keukeuh aja gak mau melaksanakan tugasnya
dengan baik.
Sudah tertanam mantab di otakku
jika perasaan yang aku tunggu datangnya itu harus diiringi dengan gejala-gejala
itu.
Harus deg-degan dulu.Harus kehabisan kata-kata dulu.Harus menunggu momen dulu.Harus kepikiran tiap hari dulu.
Dan ending-nya... kita malah melakukan
tindakan nekat (baca: bodoh) yang gak jelas darimana sisi logis dari keputusan
itu.
Hanya itu yang ada di pikiranku
selama ini.
Tapi sejak numpang hidup dan
ketemu macam-macam orang di tempat ini, aku jadi semakin meragukan semua ilmu
tentang ini-itu yang sudah kupelajari sepanjang hidupku. Apa iya harus melalui
fase-fase itu dulu baru bisa bilang,
“Oke… gue suka ama dia!”
Aku hanya menatapnya yang
kelelahan, memaksakan membaca novel yang dibawanya untuk mengisi waktu, padahal
sudah jelas terlihat raut muka lelah di wajahnya. Sesekali kami hanya saling bertukar pandang untuk beberapa detik. Bertukar gesture. Saling lempar pertanyaan retoris yang aku yakin masing-masing dari kami sudah taujawabannya, seperti
dan hal hal semacam itulah pokoknya.
Waktu berlalu dan kita semakin menggigil, kain tipis yang gak jelas fungsinya dan gak memenuhi kaedah sebagai selimut dia paksakan untuk menjadikannya tameng dari tiupan angin AC di gerbong pagi itu.
"Dingin?"
"Capek?"
"Gak ngantuk?"
dan hal hal semacam itulah pokoknya.
Waktu berlalu dan kita semakin menggigil, kain tipis yang gak jelas fungsinya dan gak memenuhi kaedah sebagai selimut dia paksakan untuk menjadikannya tameng dari tiupan angin AC di gerbong pagi itu.
Gak ada pikiran ato pertimbangan
apapun sampe akhirnya aku menggenggam tangannya yang ternyata sudah dingin luar
biasa.Dan dia membalasnya.
Tak ada deg-degan.Tak ada kehabisan kata-kata.Tak ada momen yang ditunggu.
Semuanya mengalir begitu saja.
Kemudian pikiran ini muncul di
otakku, sampe tulisan ini di buat.
Apa iya fase jatuh cinta harus se-cliché itu?Apa iya baru bisa dibilang jatuh cinta jika sudah melewati fase-fase itu?Apa iya semua orang merasakan gejala yang sama?Pasti ada kemungkinan yang lain untuk sebuah perasaan yang gak bisa diukur dengan logika? Iya kan? Bener kan?
Apakah memang benar sudah
bergeser? Apakah memang bisa bergeser?
Ternyata masih banyak hal yang belum gue ngerti.
Ternyata masih banyak hal yang belum gue ngerti.
Dan entah kenapa lebih banyak warna di bayangan ini.